Langsung ke konten utama

Calon Legislatif Menang Tapi “Kalah” Setelah Menjadi Anggota Dewan

"Menghitung hari ” sesuai lagu yang pernah dipopulerkan Krisdayanti. 
Hanya menghitung hari untuk penentuan suara Calon Legislatif ( Caleg), DPRD baik Kabupaten/ Kota, DPRD Provinsi dan DPR RI. Mereka yang sudah mempersiapkan segala sesuatu dengan matang dan berencana, harus menyadari, bahwa semua usaha harus didukung dengan doa. Apapun hasilnya, yang jelas, masyarakat menanti final keputusan KPUD dan KPU Pusat.
Kembali pada pribadi Caleg yang bersangkutan, sudah pasti ada yang meraup suara yang besar, yang dapat mengusung duduk di Dewan. Sudah pasti, diantara yang menang, ada yang kalah. Kalah dalam 2 (dua) versi pula. 1. Kalah karena tidak mendapatkan suara, padahal sudah menghabiskan banyak dana, waktu dan pikiran, dan 2. kalah dalam arti, tidak menghabiskan dana signifikan, tidak menguras waktu dan pikiran. Kalau kalah dalam versi 1, sudah pasti, Caleg tsb, akan uring-uringan, kecewa dan penuh sesalan, yang kadang kala tidak berkesudahan, dan ada yang menimbulkan dendam untuk Pemilu 5 tahun yang akan datang, karena menganggap semua pekerjaan yang dilakukan sis-sia. kalau kalah dalam versi ke 2, Caleg ybs, akan menghadapi dengan senyum miris dan bersyukur, tidak terbawa arus dengan menghabiskan dana jor0joran.
Mereka yang menang, juga akan menerima kemenangan dengan 2 versi juga. Pertama menang, karena sudah berusaha semaksimal mungkin, dan siap dalam menghadapi kehidupan yang baru di arena perpolitikan dalam Parlemen, dengan mempersiapakan mental, kondisi fisik dan pemikiran yang jernih.
Kedua, kemenangan yang didapatkan, tetapi  dengan membawa masalah, yang harus diselesaikan nantinya, yakni, masalah terkait dengan janji yang pernah disampaikan pada konnsituen di Daerah Pemilihan ( Dapil) dan masalah terkait penggantian uang  yang telah dihabiskan untuk mendapatkan suara rakyat.
Sekarang, yang menjadi pertanyaan kita, seorang Caleg yang Menang dalam ajang pesta demokrasi, sudah berakhirkah perjuangannya? Kemenangan yang diperoleh belum tentu meraih kemenangan sejati, kalau di Parlemen nantinya Anggota legislatif tsb, hanya bersikap 5 DDatang terlambat, Duduk manis, Dengar dengan mengotak atik HP,  Diam karena sibuk sms, dan berharap cepat pulang dengan membawa Duit” .
Anggota legislatif  (Aleg) yang bersikap seperti ini, adalah “Aleg yang kalah “, walaupun dia telah menang berjuang di pesta demokrasi Pemilihan Umum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendud...

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H...

Pendapat Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menjadi narasumber dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

JAKARTA, HUMAS MKRI - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menjadi narasumber dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Paralegal Angkatan IX yang diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (Lembakum) Anak Negeri, pada Ahad (7/11/2021) secara daring. Dalam paparannya, Aswanto mengatakan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD 1945) ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dalam arti rechtsstaat . Namun perkembangannya, tidak hanya rechtsstaat kemudian bergeser ke rule of law. “ Antara rule of law dan rechtsstaat sama tetapi secara filosofi terdapat perbedaan-perbedaan mendasar,” ujarnya. Dikatakan Aswanto, UUD 1945 sudah menentukan Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Sebagai konsekuensi negara kesatuan yang berbentuk Republik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, maka kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Lebih Lanjut Aswanto mengatakan, Indonesi...