Langsung ke konten utama

Pengertian dan jenis-jenis hak menguji


Pengertian dan jenis-jenis hak menguji
1.      Pengertian hak menguji
 Pertama, terlebih dahulu kita posisikan tentang istilah dari judicial review itu sendiri. Sebab ahli hukum pada umumnya acapkali terjebak dalam penggunaan istilah constitutional review, judicial review dan hak menguji (toetsingsrecht). Konsepsi judicial review  hadir dalam kerangka objek yang lebih luas, dibandingkan dengan konsep contstitutional review, yang hanya sebatas pengujian konstitusional suatu aturan hukum terhadap konstitusi ( Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 ), sedangkan judicial review memiliki objek pengujian yang lebih luas, bisa menyangkut legalitas peraturan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang, tidak hanya sekedar Undang-Undang terhadap Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Akan tetapi, pada segi subjek pengujinya, makna judicial review mengalami penyempitan, sebab judicial review hanya dapat dilakukan melalui mekanisme peradilan (judiciary), yang dilaksanakan oleh para hakim.
Sedangkan jika constitutional review subjek pengujinya dapat dilaksanakan oleh lembaga pengadilan (judicial review), lembaga legislative (legislative review), lembaga eksekutif(executive review), atau lembaga lainnya yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi tersebut, pemberian hak uji inilah yang menjadi pengertian dari toetsingsrecht. Judicial review hanya berlaku jika pengujian dilakukan terhadap norma hukum yang bersifat abstrak dan umum (general and abstract norms) secara “a posterior,” artinya norma hukum tersebut telah diundangkan oleh pembentuk Undang-Undang. Apabila diartikan kata per kata tanpa mengaitkannya dengan sistem hukum tertentu.
Toestingrecht Toesting (menguji dalam bahasa belanda), recht (hukum/hak). Toestingrecht berarti hak atau kewenangan untuk menguji tergantung kepada sistem hukum di tiap-tiap negara masing-masing untuk diberikan kepada siapa atau lembaga mana. (orientasinya ialah ke kontinental Eropah (Belanda dan Jerman).
Hak Menguji (Toestingrecht) Baik dalam kepustakaan maupun dalam praktek dikenal adanya dua macam hak menguji (toestingrecht) yaitu :
a.    Hak menguji formal (formele teotsingrecht) 
wewenang untuk menilai suatu produk legislatif seperti undang-undang, dalam proses pembuatannya melalui cara-cara sebagaimana telah ditentukan/diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Pengujian formal terkait dengan masalah prosedural dan berkenaan dengan legalitas kompetensi institusi yang membuatnya. Hak menguji formal adalah : wewenang untuk menilai, apakah suatu produk legislatif seperti undang-undang misalnya terjelma melalui cara-cara (procedure) sebagaimana telah ditentukan atau diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Misalnya, undang-undang adalah produk hukum yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 20 Amandemen UUD 1945). Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama (Pasal 5 jo. 20 ayat (2) Amandemen UUD 1945). Jadi, produk hukum yang disebut undang-undang tersebut, harus dibentuk pula dengan, atau berdasarkan tata cara (prosedur) seperti telah tersebut di atas. Demikian pula Peraturan Daerah dibentuk (ditetapkan) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota. Suatu produk hukum tidak dapat disebut Peraturan Daerah (Perda) apabila hanya ditetapkan oleh Gubernur saja, tanpa disetujui oleh DPRD. Tegasnya bahwa hak uji formil berkaitan dengan bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan yang dibentuk serta tata cara (prosedur) pembentukannya.
b.    Hak menguji material (materiele toestingrecht) 
suatu wewenang untuk menyelidiki dan menilai isi apakah suatu peraturan perundang-undangan itu sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, (lex superior derogate lex infriore), serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu. Pengujian material berkaitan dengan kemungkinan pertentangan materi suatu peraturan dengan peraturan lain yang lebih tinggi ataupun menyangkut kekhususan-kekhususan yang dimiliki suatu aturan dibandingkan dengan norma-norma yang berlaku umum. Menurut Prof Harun Alrasid, hak menguji formal ialah mengenai prosedur pembuatan undang-undang, dan hak menguji ialah mengenai kewenangan pembuat UU dan apakah isinya bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi.
Berdasarkan arti dari hak menguji formal dan hak menguji material tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)      hak menguji (totsingrecht) merupakan kewenangan untuk menilai peraturan perundang-undangan terhadap UUD
2)      hak menguji terhadap peraturan perundang-undangan tidak hanya dimiliki oleh hakim, tapi juga oleh lembaga negara lain yang diberi kewenangan tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan. Selain hak menguji oleh hakim, juga terdapat hak menguji yang dimiliki oleh legislatif dan hak menguji yang dimiliki oleh eksekutif.

Komentar

  1. Slots Casino Secret $100 FREE Chip
    Slots カジノ シークレット Casino Casino is a legit online casino that is currently 다파벳 accepting ラッキーニッキー Bitcoin. Read the review to find out if Slots Casino is legit and start playing.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendudukan Belanda i

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H

1. Pengertian Pemerintahan Daerah Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) adalah sebagai berikut : “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD. 2 Penyelenggara Pemerintahan Daerah Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD (Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekosentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Sementara itu, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang No 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dengan demikian penyelenggara pemerintah daerah terdiri dari pemerintahan daerah dan DPRD. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengelola daerahnya sendiri dengan baik dengan penuh tanggung jawab dan jauh dari praktik-praktik korupsi. 3. Hak-hak dan Kewajiban Pemerintahan Daerah Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak daerah tersebut menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah : 1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya 2. Memilih pemimpin daerah 3. Mengelola aparatur daerah 4. Mengelola kekayan daerah 5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah 6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah 7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan 8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Disamping hak-hak tersebut di atas, daerah juga diberi beberapa kewajiban, yaitu : 1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia 2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan 7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial 9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah 10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah 11. Melestarikan lingkungan hidup 12. Mengelola administrasi kependudukan 13. Melestarikan nilai sosial budaya 14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya 15. Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan asas-asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan dilakukan secara efisien, efisien, transparan, bertanggungjawab, tertib, adil, patuh, dan taat pada peraturan perundang-undangan ( Rozali Abdullah, 2007 : 27-30). Dengan demikian pemerintah daerah harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah agar penyelenggaraan otonomi daerah dapat dilaksanakan dengan baik. 4. Urusan-urusan Pemerintahan Daerah Melalui sistem pemerintahan daerah, pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan kepadanya. Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi yang merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi : a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/ kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi : a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan dapat memenuhi semua urusan yang menjadi urusan pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten) agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Daftar Pustaka Rozali Abdullah. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta : PT Raja Grasindo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah