Langsung ke konten utama
Bencana-bencana yang akan datang jika jauh dari Al-Qur’an:

Pertama, bencana Moral; Apabila seseorang tidak berpedoman kepada kitabullah Al-Qur’an, maka tentu dia akan mengikuti hawa nafsunya. Dan apabila banyak orang yang berlaku demikian, maka tentu akan terjadi bencana moral di masyarakat. Karena moral seorang muslim tentu dibentuk atas dasar petunjuk dari Al-Qur’an.

Kedua, bencana Fisik; hal ini diungkapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-A’raaf ayat 96: “Akan tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami azab mereka akibat kedustaan mereka”. Kepada kaum-kaum penentang sebelumnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan azab, gelombang seperti tsunami terhadap kaum nabi Nuh as., hujan batu yang menimpa kaum Nabi Luth as karena menganut homo seks, Fir’aun yang ditenggelamkan karena menentang Musa as, dan tentunya tengoklah apa yang menimpa para penentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Umayyah bin Khalaf, Musailamah Al Kadzzab, dan lain-lain.

Ketiga, bencana Ekonomi; kata ma’isyatan dhanka dalam surat Thaha : 124 diatas bermakna mata pencaharian yang sempit. Rezeki akan susah, tekanan ekonomi semakin berat, lantaran mereka jauh dari Al-Qur’an.

Keempat, bencana Sosial; Manakala kaum muslimin jauh dari Al-Qur’an, tentu hubungan ukhuwwah sesama muslim tidak akan baik. Hubungan dengan tetangga, hubungan-hubungan sosial akan rusak. Hal ini merupakan bibit-bibit perpecahan ummat bahkan perpecahan bangsa. Jika ini terjadi, tentu merupakan bencana sosial bagi kita semua.
Kelima, bencana Keimanan; Kerusakan iman kaum muslimin akan menjadi sasaran akhir jauhnya mereka dari pedoman hidup Al-Qur’an. Karena tidak faham Al-Qur’an, sehingga mereka tidak mengerti: mengapa harus mengerjakan sholat, mengapa harus puasa, mengapa harus zakat, haj, dan seterusnya. Lama-lama tentu keimanannya akan tergerus dan mulai bertanya, mengapa kita harus beriman? Nau’dzubillahi min dzalik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendud...

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H...

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE)

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE)     1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.   a. Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan . Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling b...