Langsung ke konten utama
Jakarta, Aktual.com – Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, mengatakan untuk melumpuhkan pelaku teror di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1), polisi hanya butuh waktu 11 menit.
“Upaya penangkapan terhadap pelaku hanya berlangsung 11 menit dari ledakan pertama,” beber mantan Wakapolri dan Kabaharkam Polri ini di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (16/1).
Kemudian, petugas melakukan sterilisasi gedung-gedung di dekat tempat kejadian perkara (TKP). Hal ini untuk meyakinkan bahwa para pelaku benar-benar sudah tidak ada yang bersembunyi di TKP dan sekitarnya.
Dalam penyisiran, polisi berhasil menemukan bom yang diduga berdaya ledak besar dan belum sempat diledakkan oleh para pelaku teror.

Dengan melakukan serangkaian sterilisasi, petugas lapangan juga menemukan senjata api jenis pistol. Kemudian empat proyektil di tubuh korban dan selongsong peluru dari berbagai kaliber.
“Polri cepat menangani sehingga dalam waktu yang cukup singkat dapat melumpuhkan dan menindak para pelaku. Karena dari penanganan pelaku yang cepat itu jumlah korban bisa diminimalisir,” demikian Kapolri.
Pernyataan Kapolri ini berbeda dengan pernyataan dari pihak Polda Metro Jaya, terkait dengan waktu yang dibutuhkan polisi untuk melumpuhkan para pelaku teror itu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Muhammad Iqbal, mengatakan petuga membutuhkan waktu 21 menit untuk bisa melumpuhkan pelaku teror yang mengakibatkan puluhan orang mengalami luka-luka.
“Jadi semua hanya berjalan 21 menit. Mereka dilumpuhkan sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure), setelah itu kami melakukan penyisiran dan tak ada pelaku lagi,” kata Muhammad Iqbal di Mapolda Metro Jaya, Jakarta.
(Zaenal Arifin)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendud...

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H...

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE)

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE)     1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.   a. Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan . Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling b...