Langsung ke konten utama

Royal Wedding dari Masa ke Masa

PERNIKAHAN keluarga kerajaan, khususnya Inggris, selalu menyita perhatian jutaan orang di dunia. Acara yang hampir selalu digelar secara besar-besaran itu seakan bisa menghipnotis dunia internasional dengan kegiatan bak negeri dongeng dengan venue-venue menarik.

Yang terbaru - dan sudah jadi topik hangat sejak tahun lalu adalah pernikahan Pangeran William dan Kate Middleton yang bakal dihelat di Westminster Abbey, London. Tempat bersejarah ini telah menorehkan sejumlah acara besar yakni pernikahan keluarga kerajaan selama lebih dari 60 tahun terakhir.

Dan berikut ini adalah daftar Royal Wedding selama masa pemerintahan Ratu Elizabeth II, dan apa saja yang terjadi dalam event-event tersebut:

* Putri Margaret dan Antony Armstrong-Jones

Tanggal pernikahan: 6 Mei 1960 di Westminster Abbey, London
Fakta: Saudara perempuan Ratu Elizabeth ini mulai membuka diri soal gagalnya pernikahannya dengan pengawal bernama Peter Townsend tahun 1953, saat dirinya menjadi janda.

Ia kemudian menikah dengan fotografer bernama Antony Armstrong-Jones, yang menciptakan Earl of Snowdon, dalam siaran langsung pertama royal wedding di televisi. Teman-teman mereka juga ikut hadir di acara ini.

Keduanya kemudian dikaruniai dua anak yakni David yang menjadi Chairman dari rumah lelang Cristie, dan pelukis bernama Sarah.

Rumor perselingkuhan mereka mulai merebak pada 1966, dan akhirnya membuat mereka berpisah di tahun 1970-an dan resmi bercerai tahun 1978, ketika Antony menikah lagi. Margaret akhirnya menutup usia di tahun 2002.

* Putri Anne dan Mark Phillips

Tanggal pernikahan: 14 November 1973 di Westminster Abbey, London
Fakta: Anne adalah putri pertama Ratu Elizabeth yang menikah. Ia mengikat janji dengan seorang letnan angkatan bersenjata bernama Mark Philips dalam upacara pernikahan yang berlangsung di Westminster Abbey dan difilmkan secara berwarna serta ditayangkan langsung di seluruh dunia.

Tidak seperti biasanya, Phillips yang merupakan peraih medali emas berkuda, tidak menambahkan gelar untuk dua anak mereka - Peter dan Zara Phillips. Anne dan Phillips akhirnya bercerai di tahun 1992.

* Pangeran Charles dan Lady Diana Spencer

Tanggal pernikahan: 29 Juli 1981 di St Paul's Cathedral, London
Fakta: Disebut sebagai pernikahan terbesar sepanjang abad 20, sang pewaris tahta kerajaan Inggris menikahi Diana Spencer dalam upacara megah yang dihadiri berbagai kepala negara di seluruh dunia dan keluarga kerajaan. Britain bahkan sampai menetapkan hari tersebut sebagai hari libur nasional dan acaranya sendiri ditayangkan live di seluruh belahan dunia.

Pernikahan tersebut diadakan di St Paul's Cathedral dengan alasan bahwa tempat tersebut lebih mampu menampung lebih banyak orang ketimbang Westminster Abbey. Selain itu juga untuk menghindari rute yang lebih panjang.

Meski tidak memiliki darah biru, namun Diana adalah putri dari seorang earl (gelar di bawah count). Dari pernikahannya dengan Charles, mereka dikaruniai dua putra yakni Pangeran William dan Harry. Sayangnya pernikahan itu tidak abadi. Keduanya berpisah pada 1992 dan bercerai 4 tahun kemudian. Diana meninggal dalam kecelakaan mobil di tahun 1997.

* Pangeran Andrew dan Sarah Fergusson

Tanggal pernikahan: 23 Juli 1986 di Westminster Abbey, London
Fakta: Setelah pernikahan Charles, semua mata tertuju pada putra kedua Ratu Elizabeth yang akhirnya menikahi Sarah Fergusson - orang biasa dan merupakan putri dari seorang mayor, lima tahun kemudian. Event skala besar pun diadakan sesuai dengan template pernikahan Charles sebelumnya.

Andrew dianugerahi Duke of York. Mereka kemudian dikaruniai dua anak - Putri Beatrice dan Eugenie. Tapi lagi-lagi pernikahan kerajaan ini tak awet. Andrew dan Sarah bercerai di tahun 1996, namun hubungan mereka tetap dekat.

* Putri Anne dan Timothy Laurence

Tanggal pernikahan: 12 Desember 1992 di Crathie Kirk, Balmoral
Fakta: Anne menjadi anggota keluarga kerajaan Inggris yang bercerai dan kemudian menikah lagi - sejak 1905. Ia menikah dengan pimpinan Royal Navy Timothy Laurence dalam sebuah upacara sederhana di gereja yang hanya digunakan keluarga kerajaan ketika mereka berada di Balmoral, Skotlandia.

Gereja di Inggris tidak mengizinkan orang yang bercerai untuk menikah lagi di gereja yang sama, sedangkan gereja di Skotlandia tidak ada larangan untuk hal itu.

* Pangeran Edward dan Sophie Rhys-Jones

Tanggal pernikahan: 19 Juni 1999 di St George's Chapel, Windsor Castle
Fakta: Putra bungsu Ratu Elizabeth, Edward, menikahi manajer public relationnya sendiri, Sophie Rhys-Jones dalam upacara pernikahan yang lebih sederhana ketimbang kakak-kakaknya. Ia kemudian diberi gelar Earl od Wessex, dan dikaruniai dua anak dari pernikahan itu.

* Pangeran Charles dan Camilla Parker-Bowles

Tanggal pernikahan: 9 April 2005 di Windsor Guildhall
Fakta: Setelah hubungan lama mereka diterima oleh publik, Charles dan Camilla akhirnya menikah di Windsor dalam sebuah upacara pernikahan sederhana. Tidak hanya sampai di situ, acara kemudian dilanjutkan dengan pemberian berkat di St George's Chapel dengan kehadiran Ratu Elizabeth.

Awalnya pernikahan itu direncanakan akan bertempat di Windsor Castle, namun kemudian diubah ke Guildhall.

Status Charles dan Camilla adalah janda dan duda. Inilah yang akhirnya menimbulkan kontroversi karena keduanya menikah di gereja - apalagi di kemudian hari Charles bakal dinobatkan sebagai supreme governor of the Church of England.

Pernikahan sendiri sempat ditangguhkan satu hari untuk memberikan kesempatan Charles menghadiri acara pemakaman Paus John Paul II.

* Peter Phillips dan Autumn Kelly

Tanggal pernikahan: 17 Mei 2008 di St George's Chapel di Windsor Castle
Fakta: Cucu termuda Ratu Elizabeth, Peter Phillips akhirnya menikahi seorang konsultan manajemen asal Kanada bernama Autumn Kelly dalam acara pernikahan sederhana yang hanya dihadiri pihak keluarga. Autumn berpindah keyakinan dari Katolik menjadi penganut Anglican untuk menjaga posisi Peter sebagai pewaris tahta ke-11.

Peter yang merupakan putra Anne, bekerja di Royal Bank of Scotland dan tidak mengembang satupun tugas kerajaan.(kpl/ICH)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendudukan Belanda i

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H

1. Pengertian Pemerintahan Daerah Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) adalah sebagai berikut : “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD. 2 Penyelenggara Pemerintahan Daerah Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD (Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekosentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Sementara itu, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang No 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dengan demikian penyelenggara pemerintah daerah terdiri dari pemerintahan daerah dan DPRD. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengelola daerahnya sendiri dengan baik dengan penuh tanggung jawab dan jauh dari praktik-praktik korupsi. 3. Hak-hak dan Kewajiban Pemerintahan Daerah Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak daerah tersebut menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah : 1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya 2. Memilih pemimpin daerah 3. Mengelola aparatur daerah 4. Mengelola kekayan daerah 5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah 6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah 7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan 8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Disamping hak-hak tersebut di atas, daerah juga diberi beberapa kewajiban, yaitu : 1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia 2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan 7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial 9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah 10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah 11. Melestarikan lingkungan hidup 12. Mengelola administrasi kependudukan 13. Melestarikan nilai sosial budaya 14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya 15. Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan asas-asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan dilakukan secara efisien, efisien, transparan, bertanggungjawab, tertib, adil, patuh, dan taat pada peraturan perundang-undangan ( Rozali Abdullah, 2007 : 27-30). Dengan demikian pemerintah daerah harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah agar penyelenggaraan otonomi daerah dapat dilaksanakan dengan baik. 4. Urusan-urusan Pemerintahan Daerah Melalui sistem pemerintahan daerah, pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan kepadanya. Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi yang merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi : a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/ kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi : a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan dapat memenuhi semua urusan yang menjadi urusan pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten) agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Daftar Pustaka Rozali Abdullah. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta : PT Raja Grasindo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah