Langsung ke konten utama
IKHTISAR ILMU PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA IKHTISAR ILMU PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA
Diambil dari : Kuliah Perbandingan Hukum Tata Negara, Prof. Dr. R. Soemantri Martosoewignjo, S.H.
1.PENGGUNAAN ISTILAH
Suatu istilah kita pergunakan untuk menentukan apa yang hendak kita berikan sebagai pengertian, sehingga dengan demikian penggunaannya akan mempengaruhi pula ruang lingkup persoalan yang hendak kita kupas atau kita selidiki.
Terdapat 2 (dua) istilah yang digunakan dalam lingkup ilmu yang sedang kita pelajari ini, yaitu perbandingan hukum dan hukum perbandingan. Penggunaan istilah yang berbeda-beda di lingkungan dunia ilmu pengetahuan hukum di Indonesia ini, ternyata juga sebagai dampak dari dipergunakannya 2 (dua) macam istilah di Eropa Kontinental, yaitu :
a.vergelijkendrecht dan rechtvergelijking (Belanda);
b.vergleichendes dan rechtsvergleichung (Jerman);
c.droit compare dan la methode compare (Perancis).
Apakah yang dimaksud dengan perbandingan hukum tatanegara atau hukum tatanegara perbandingan? Untuk mengetahuinya, kita harus memulai dengan pertanyaan: “Apakah perbandingan hukum atau hukum perbandingan itu?”
Suitens-Bourgois mengatakan bahwa perbandingan hukum bukanlah cabang dari hukum, ia bukan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri seperti misalnya hukum perdata, hukum dagang, hukum tatanegara, hukum internasional, dan sebagainya. Selanjutnya dikatakan bahwa perbandingan hukum adalah satu metode perbandingan yang diterapkan pada ilmu hukum, pada bermacam-macam mata kuliah hukum. Oleh karenanya, perbandingan hukum bukanlah suatu ilmu pengetahuan, akan tetapi ia hanyalah metode kerja dalam bentuk perbandingan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa jika hukum didefinisikan antara lain sebagai seperangkat aturan, maka perbandingan hukum atau hukum perbandingan tidak mempunyai perangkat aturan-aturan itu. Metode untuk membanding-bandingkan peraturan hukum dari bermacam-macam sistem hukum, tidak membawa akibat terjadinya rumusan peraturan yang berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada yang disebut “peraturan hukum perbandingan.” Ciri dasar dari metode perbandingan ini adalah bahwa ia dapat diterapkan terhadap penelitian mengenai bidang hukum tertentu.
Perbandingan hukum, dapat dibedakan antara :
a.perbandingan hukum deskriptif (menggambarkan), yaitu suatu analisis terhadap perbedaan-perbedaan yang ada dari dua atau lebih sistem hukum. Peneliti tidak mempunyai maksud untuk mencari jalan keluar (solusi) terhadap persoalan tertentu, baik dalam hal yang abstrak maupun hal yang praktis;
b.perbandingan hukum aplikatif (terapan), yaitu analisis yang dilakukan kemudian diikuti dengan penyusunan sintesis untuk memecahkan suatu masalah. Hal ini dilakukan antara lain untuk melakukan pembaruan suatu cabang hukum atau untuk mempersatukan bermacam-macam peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang yang sama.
Jika perbandingan ini kita terapkan pada hukum tatanegara, maka melalui metode ini dilakukan perbandingan terhadap hukum tatanegara dari dua negara atau lebih dengan maksud:
1)memperoleh penjelasan mengenai sesuatu hal tertentu atau 2) untuk mencari jalan keluar tentang sesuatu hal tertentu. Metode perbandingan membawa kita ke arah usaha memperoleh informasi, kejelasan mengenai sistem pemerintahan negara yang diperbandingkan serta jalan keluar dari persoalan yang hampir sama.
2.PENGERTIAN ILMU PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ILMU HUKUM TATA NEGARA DAN ILMU NEGARA
Ketiga ilmu ini mempunyai obyek yang sama, yaitu negara. Pertanyaannya adalah, dimanakan letak perbedaan antara Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Hukum Tata Negara dan Ilmu Negara? Jawabannya adalah meskipun obyek penyelidikan ketiga ilmu pengetahuan tersebut sama, namun disamping tugas yang berbeda, ketiga ilmu tersebut meninjau gejala-gejala negara dari sudut yang berlain-lainan.
Obyek ilmu hukum tata negara adalah negara tertentu, khususnya hanya mengenai susunan hukum tata negaranya (het staatsrechtelijk bestel). Sehingga dapatlah dimengerti mengapa biasanya ilmu hukum tata negara dimulai dalam bentuk pemberian komentar, yaitu menafsirkan kaidah-kaidah hukum berdasarkan tata-urutannya dan penyelidikannya hanya terbatas pada negara tertentu saja.
Obyek ilmu perbandingan hukum tata negara adalah bermacam-macam bentuk atau sistem ketatanegaraan, ciri-ciri khusus apakah yang melekat padanya, hal-hal apakah yang menimbulkannya, dengan jalan apakah hal-hal tersebut berubah, hilang dan sebagainya, yang dapat diketahui dengan cara menganalisis secara metodis dan menetapkannya secara sistematis.
Obyek ilmu negara adalah ciri-ciri dan sifat-sifat umum dari negara, dengan maksud mempersatukan dalam suatu komplek tertentu.
Tugas ilmu perbandingan hukum tata negara menurut Kranenburg, adalah untuk menganalisis secara metodis dan menetapkan secara sistematis bermacam-macam bentuk atau sistem ketatanegaraan, ciri-ciri khusus apakah yang melekat padanya, hal-hal apakah yang menimbulkannya, dengan jalan apakah hal-hal itu berubah, hilang dan lain sebagainya.
Terdapat hubungan yang erat antara ilmu perbandingan hukum tata negara, ilmu hukum tata negara dan ilmu negara:
a.Ilmu negara dengan ilmu perbandingan hukum tata negara: bahwa antara negara yang satu dengan negara yang lain terdapat persamaan maupun perbedaan, adanya bermacam-macam bentuk ketatanegaraan atau sistem ketatanegaraan yang menjadi pokok penyelidikan ilmu perbandingan hukum tata negara adalah juga suatu masalah yang menjadi bidang ilmu negara. Di lain pihak, timbulnya mata pelajaran baru yaitu ilmu perbandingan hukum tatanegara, dapat digambarkan sebagai pertumbuhan dari komplek problema khusus ilmu negara;
b.Ilmu hukum tata negara positif dengan ilmu perbandingan hukum tata negara: dalam mempelajari ilmu hukum tata negara positif, seringkali kita tidak dapat melepaskan diri dari penggunaan perbandingan-perbandingan dengan hukum tata negara lainnya. Metode perbandingan yang dipergunakan oleh hukum tata negara hanya dijadikan sebagai sebuah alat dan bukan merupakan tujuan.
CF. Strong dalam “Modern Political Cosntitution” adalah yang menempatkan ilmu perbandingan hukum tata negara sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri dan mempergunakan metode perbandingan sebagai sebuah tujuan.
Ilmu perbandingan hukum tata negara menurut Kranenburg adalah suatu ilmu pengetahuan yang dengan mempergunakan hasil-hasil ilmu negara umum, melakukan pengumpulan dan melakukan penyusunan bahan-bahan tersebut secara metodis dan sistematis untuk kemudian menganalisisnya.
Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo, ilmu perbandingan hukum tata negara adalah suatu cabang ilmu hukum yang dengan mempergunakan metode perbandingan berusaha membanding-bandingkan satu atau beberapa aspek hukum tata negara dari dua negara atau lebih.
3.FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ADANYA BERMACAM-MACAM BENTUK ATAU SISTEM KETATANEGARAAN
Persamaan dan perbedaan negara-negara di dunia dapat dilihat dari: sistem pemerintahannya (parlementer, presidentil, quasi parlementer/presidentil, diktatur); bentuk negaranya (serikat, kesatuan, persatuan); bentuk pemerintahannya (republik, kerajaan: absolut/berkonstitusi); sistem badan perwakilan rakyatnya (satu kamar, dua kamar).
Faktor-faktor yang menyebabkan adanya bermacam-macam bentuk atau sistem ketatanegaraan menurutKranenburg, adalah disebabkan adanya syarat-syarat/faktor-faktor baik yang bersifat umum (syarat/faktor yang terdapat pada semua negara) maupun syarat-syarat/faktor-faktor yang bersifat khusus (syarat/faktor yang terdapat pada satu negara saja).
Yang termasuk dalam syarat-syarat/faktor-fkator yang bersifat umum, antara lain adalah :
a.adanya ancaman yang datang dari luar, yaitu ancaman kelompok di luar negara, misalnya perang, maupun bentuk-bentuk lainnya. Sebagai konsekuensinya, maka setiap masyarakat negara harus mengorganisir dirinya, yang berarti juga harus ditempuhnya bermacam-macam cara atau sistem berorganisasi dalam setiap masyarakat negara;
b.adanya ancaman yang datang dari dalam negara itu sendiri, sebagai akibat setiap masyarakat negara terdiri dari manusia yang mempunyai bermacam-macam kepentingan sehingga diantara mereka bisa timbul persoalan-persoalan, misalnya tindakan main hakim sendiri (eigen richting). Keadaan ini menyebabkan harus dilakukannya pengaturan sedemikian rupa, sehingga tindakan main hakim sendiri tersebut dilarang;
c.adanya pengetahuan (kennis) yang berkembang secara berangsur-angsur atau tumbuhnya pengalaman dengan cara teratur, yang melekat pada diri manusia sendiri, dimana manusia diberi akal dan rasa sehingga timbullah kemajuan di bidang ilmu pengetahuan pengetahuan, teknologi yang akan menyebabkan pula tumbuhnya kemajuan di bidang kebudayaan dan selanjutnya menyebabkan pula terjadinya kemajuan di bidang organisasi.
Yang termasuk dalam syarat-syarat/faktor-faktor yang bersifat khusus, antara lain adalah :
a.Letak geografi suatu wilayah negara, berupa kepulauan, pegunungan, benua atau daratan menyebabkan syarat/faktor yang bersifat umum bekerja dengan bermacam-macam cara dan bentuk, misalnya berpengaruh terhadap penentuan sistem pertahanan negara, atau kemungkinan-kemungkinan adaptasi sebuah negara misalnya Indonesia karena secara geografis terletak di persimpangan jalan negara-negara, sistem pemerintahannya terpengaruh dari sistem parlementer Inggris dan presidentil Amerika Serikat;
b.Sifat-sifat sesuatu masyarakat bangsa (volkskarakter). Sifat atau watak suatu bangsa sebagai kumpulan manusia mungkin dipengaruhi oleh iklim atau sesuatu yang lain. Dalam hal ini kita melihat adanya pola-pola yang aktif pada suatu bangsa: bangsa yang tidak mudah patah semangat; pola-pola yang kurang aktif pada suatu bangsa: bangsa yang mempunyai sifat-sifat malas, penakut atau melihat segala sesuatu ingin dengan cara mudah (cenderung menempuh sistem despotis);
c.Paham/doktrin politik yang dianut oleh masyarakat negara, misalnya liberalisme dan komunisme.
4.BEBERAPA DERAJAT ILMU PENGETAHUAN DAN KEDUDUKAN ILMU PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA
Ditinjau dari tujuannya, maka kita dapat menggolongkan ilmu pengetahuan dalam :
a.Ilmu pengetahuan yang hanya berusaha mendapatkan kebenaran saja, terlepas dari apakah hal itu memberikan kebahagiaan yang merata bagi Indonesia; b.Ilmu pengetahuan yang disamping berusaha mendapatkan kebenaran, sekaligus juga mencapai kebahagiaan manusia secara merata; c.Ilmu pengetahuan yang dalam tingkat pertama hanya mencapai atau mendapatkan atau mendekati kebenaran, akan tetapi pada tingkat selanjutnya ternyata memberikan kebahagiaan yang merata bagi umat manusia.
Nasroen mengemukakan adanya 3 (tiga) macam derajat ilmu pengetahuan, yaitu :
a.Beschrijvend wetenschap, yaitu ilmu pengetahuan yang tugasnya hanya menggambarkan saja; b.Verklarend wetenschap, yaitu ilmu pengetahuan yang tugasnya menyelidiki sebab musabab sesuatu atau menjelaskan; dan c.Waarderend wetenschap, yaitu ilmu pengetahuan yang tugasnya memberi nilai dan dapat memberi pedoman menuju sesuatu yang sempurna. Dalam pemberian nilai ini, terbuka kemungkinan ke arah mana sesuatu itu akan dibawa dan diarahkan.
Termasuk golongan manakah atau derajat yang manakah ilmu perbandingan hukum tata negara?
Kranenburg mengatakan bahwa ilmu perbandingan hukum tata negara adalah ilmu ilmu pengetahuan yang memberikan penjelasan atau menyelidiki sebab musabab sesuatu (verklarend wetenschap) dan upaya pengembangan ke arah tersebut, sangat memerlukan pula baik secara paralel atau tidak, pengembangan ilmu negara umum dan ajaran hukum umum (de algemene rechtsleer) menjadi suatu syarat mutlak.
Nasroen berpendapat bahwa ilmu perbandingan pemerintahan/negara harus merupakan suatu ilmu pengetahuan yang memberi nilai (waarderend wetenschap), ia harus sanggup menentukan secara obyektif bagaimanakah pemerintah/negara itu seharusnya, antara lain yaitu pemerintah/negara yang memberikan manfaat sebaik-baiknya bagi masyarakatnya dan inilah yang merupakan ukuran dalam melakukan perbandingan antar negara/pemerintah.
Pendapat Nasroen di atas jika dihubungkan dengan ilmu perbandingan tata negara, maka ilmu ini bertugas untuk mendapatkan negara yang seharusnya atau negara yang dicita-citakan (staats idee), yang akan berlaku dimana-mana.
Bagaimanapun obyektifnya penyelidikan dilakukan, oleh karena terletak pada bidang nilai, pada akhirnya hal itu tidak terlepas dari subyektivitas orang yang mengemukakan negara yang dicita-citakan (idee negara)tersebut, apalagi jika masalah tersebut kita tinjau dari kemungkinan pelaksanaannya yang kemungkinan mustahil terjadi. Oleh karena, misalnya kita akan menjumpai kenyataan misalnya adanya letak geografi yang tidak sama, sifat-sifat bangsa yang beraneka ragam, paham politik yang tidak sama, yang memperkuat pendapat tidak mungkinnya diketemukan idee negara yang benar-benar idee negara.
Sri Soemantri Martosoewigjo tidak sependapat dengan Nasroen yang mengatakan bahwa ilmu perbandingan tata negara adalah ilmu pengetahuan yang memberi nilai, dan Sri Soemantri Martosoewignjo memandang pendapat Kranenburg lebih tepat yaitu yang mengatakan bahwa ilmu perbandingan hukum tata negara adalah ilmu pengetahuan yang tugasnya mencari atau menyelidiki sebab musabab atau menjelaskan sesuatu (verklarend wetenschap).
5.STRUKTUR KETATANEGARAAN PADA UMUMNYA
Struktur ketatanegaraan suatu negara, pada umumnya meliputi 2 (dua) hal, yaitu :
a.Supra struktur politik, yaitu segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat-alat perlengkapan negara, termasuk segala hal yang berhubungan dengannya, antara lain mengenai kedudukannya, kekuasaan dan wewenangnya, tugasnya, pembentukannya serta hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu sama lain, yang pada umumnya diatur dalam kontitusi atau undang-undang dasar suatu negara; dan
b.Infra struktur politik, yaitu struktur politik yang berada di bawah permukaan, yang meliputi 5 (lima) komponen, yaitu komponen partai politik, golongan kepentingan (interest group), alat komunikasi politik, golongan penekan (pressure group) dan tokoh politik (political figure). Oleh karena pemilihan umum menentukan pula kehidupan kepartaian, termasuk sistem kepartaiannya, maka ia masuk kedalam infra struktur politik.
Antara supra struktur politik dengan infra struktur politik terdapat hubungan timbal balik, dalam arti bahwa supra struktur politik dapat mengatur segala sesuatu yang bersangkutan dengan infra struktur politik, sedangkan infra struktur politik dapat mempengaruhi serta menentukan berjalannya supra struktur politik.
Menurut S.L.Witman dan J.J.Wuest, struktur ketatanegaraan itu mempunyai bermacam-macam perlengkapan (the agents and a tool of government), yaitu: the constitutionthe electoratethe political partiesthe legislaturethe executivethe judiciarythe intergovernmental relationships dan the local government.
Menurut S.L.Witman dan J.J. Wuest, sebagai pelaksanaan asas demokrasi pada setiap negara, maka rakyat melalui lembaga pemilihan umum (electorate) memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam konstituante dan lembaga perwakilan rakyat (legislature). Setelah konstuante terbentuk, lalu bersidang untuk menetapkan suatu konstitusi atau undang-undang dasar yang akan mengatur antara lain lembaga legislatif, lembaga eksekutif, lembaga peradilan dan sebagainya. Partai politik mempunyai peranan penting dalam menyalurkan pendapat rakyat dalam menentukan/memilih wakil-wakil rakyat dalam kedua lembaga tersebut. Konstitusi juga menentukan sistem ketatanegaraan yang dianut dalam suatu negara, baik mengenai sistem pemerintahannya, sistem desentralisasinya, bentuk negaranya dan lain sebagainya. Setelah konstutusi ditetapkan berlaku dalam suatu negara, maka setiap warganegara harus taat pada undang-undang dasarnya.
6.POLA KETATANEGARAAN C.F.STRONG
Pola ketatanegaraan yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles adalah setiap negara bergerak melalui apa yang dinamakan cycle of revolution, yaitu :
a.setiap negara mula-mula dikuasai oleh hanya seorang saja (the rule of man) yang disebut monarchyb.bahwa namun kemudian, ada saatnya dimana orang yang mempunyai sifat-sifat yang baik untuk memegang kekuasaan sudah tidak ada dan akhirnya digantikan oleh orang yang lebih mementingkan kekuasaan daripada kepentingan rakyatnya (tyranny/despotism)c.selanjutnya si tiran atau despoot tersebut akhirnya menghadapi suatu tantangan serta oposisi dari suatu kelompok orang yang mempunyai sifat-sifat baik dan ingin memperbaiki kehidupan rakyatnya yang disebut aristokrasi; d.saatnya semangat artistokrasi hilang dan muncullah sekelompok orang yang menjalankan kekuasaan secara sewenang-wenang untuk kepentingan kelompok itu sendiri dan terjadi korupsi dikalangan penguasa tersebut (oligarchy);e.akhirnya rakyat sangat marah dan menentang dan menggulingkan penguasa korup tadi dan muncullah pemerintahan yang disebut demokrasi, yaitu pemerintahan oleh banyak orang; f.pada akhirnya cycle of revolution ini dipatahkan dengan tipe pemerintahan yang disebut polity.
Pola ketatanegaraan tersebut digambarkan oleh Plato sebagai berikut :
TYPE OF CONSTITUTION
GOOD OR TRUE FORM
BAD OR PERVERTED FORM
Government of One
Monarchy or Royalty
Tyrani or Despotism
Government of The Few
Aristocracy
Oligarchy
Government of The Many
Polity
Democracy
Menurut C.F. Strong, dalam kondisi saat ini pola ketatanegaraan Aristoteles tersebut dipastikan tidak mempunyai daya tetap. Sehingga ia mencari klasifikasi lain dengan cara mencari ciri atau tanda yang bersamaan pada negara-negara modern, yang pada asasnya mempunyai 3 (tiga) macam kekuasaan: organ kekuasaan legislatif, organ kekuasaan eksekutif dan organ kekuasaan judisiil.
Berdasarkan sugesti dan saran-saran dari Lord BryceEdward Jenks dan Sir J.A.Marriott, C.F. Strong mengemukakan pola-pola ketatanegaraannya, yaitu :
a.The nature of the state to which the constitution applies; b.The nature of the constitution itself; c.The nature of the legislature;d.The nature of the executive;e.The nature of the judiciary.
Menurut C.F.Strong, dilihat dari segi hakekat negara, negara-negara modern dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelas besar, yaitu: negara kesatuan dan negara serikat/federal.
Negara kesatuan adalah suatu negara yang: a.berada di bawah satu pemerintahan pusat; b.mempunyai wewenang sepenuhnya di dalam wilayah negara tersebut; c.Bagian-bagian negara tidak mempunyai kekuasaan asli, melainkan diperoleh dari pemerintah pusat.
Dicey mengatakah bahwa yang dimaksud dengan unitarianism adalah the habitual exercise of supreme legislative authority by one central power. Dengan demikian, walaupun kepada bagian-bagian negara diberikan otonomi yang luas, tapi sama sekali tidak mempunyai wewenang apalagi kekuasaan untuk mengurangi kekuasaan pemerintah pusat. Sebaliknya, pemerintah pusat dapat saja mengatur dan menentukan sampai seberapa luaskah wewenang yang diberikan kepada daerah-daerah otonom.
Jika dilihat dari sudut kedaulatan, maka kedaulatan dalam negara bagian tidak dapat dibagi-bagi. Adanya pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada daerah-daerah otonom bukanlah karena hal itu ditetapkan dalam konstitusinya, melainkan karena masalah tersebut adalah merupakan hakekat dari negara kesatuan.
Menurut C.F.Strong, terdapat 2 (dua) ciri yang bersifat esensiil yang ada pada suatu negara kesatuan, yaitu:
a.adanya supremasi lembaga perwakilan rakyat pusat (parliament)b.tidak adanya badan-badan bawahan yang mempunyai kedaulatan (the absence of subsidiary sovereign bodies).
Negara serikat/federal menurut C.F.Strong adalah suatu negara dimana terdapat 2 (dua) atau lebih negara atau lebih yang sederajat, bersatu karena tujuan-tujuan tertentu yang sama.
Dicey mengemukakan bahwa “a federal state is a political contrivance intended to reconcile national unity and power with the maintenance of state rights.”
Dalam negara federal, negara-negara yang bergabung atau yang disebut negara bagian mempunyai kedudukan yang kuat, namun sebagian dari kekuasaannya diserahkan kepada negara federal. Kekuasaan yang ada pada negara federal dibatasi oleh kekuasaan yang terdapat pada negara-negara yang bergabung, ini berarti adanya perbedaan antara kekuasaan pemerintahan federal dan pemerintahan negara-negara bagian yang sangat rentan terhadap timbulnya konflik antara keduanya. Untuk menghindarinya, pembagian kekuasaan antara keduanya harus diatur secara tegas dan jelas yang dituangkan dalam sebuah konstitusi. Sehingga konstitusi dalam suatu negara federal dapat disamakan dengan perjanjian atau bersifat seabgai perjanjian (treaty) yang harus ditaati oleh negara-negara bagian.
Jadi ciri atau sifat negara federal adalah :
a.adanya supremasi konstitusi yang menjadikan federasi itu terwujud; b.adanya pembagian kekuasaan antara negara federal dan negara-negara bagian; c.adanya suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan suatu perselisihan antara pemerintah federal dan pemerintah negara-negara bagian.
Tiap-tiap federalisme mempunyai akar masa lalu, yang ditentukan oleh proses sejarah masing-masing bangsa, sehingga yang terjadi adalah timbul bermacam-macam federalisme :
a.confederation/staatenbund, dimana negara federal tidak mempunyai kekuasaan yang sesungguhnya (real power)b.negara-negara yang bergabung menginginkan adanya kedaulatan nasional, dimana negara negara sebagai keseluruhanlah yang mempunyai kedaulatan;
c.negara-negara dalam negara federal tidak mengingingkan persatuan, namun masing-masing negara bagian tersebut tidak mau bersatu (though the federating units desiring union, they do not desire unity).
Mengenai cara membagi kekuasaan antara negara federal dengan negara-negara bagian, terdapat 2 (dua) cara yaitu :
a.kekuasaan yang diserahkan oleh negara-negara bagian kepada negara federal ditetapkan secara limitatif dalam konstitusi negara federal. Disini terjadi perkuatan kedudukan negara federal dibandingkan dengan negara-negara bagian, contoh Kanada yang oleh C.F. Strong disebut sebagai less federal; dan
b.kekuasaan yang diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian dan kekuasaan lainnya (the reserve power) ada pada negara federal, ditetapkan secara llimitatif dalam konstitusi. Disini terjadi perkuatan kedudukan negara-negara bagian dibandingkan dengan negara federal dan diharapkan terjadi pengawasan terhadap kekuasaan pemerintah federal dalam hubungannya dengan kekuasaan negara-negara bagian (to check the power of the federal authority as against the federating units).
Dengan adanya pembagian kekuasaan antara negara federal dan negara-negara bagian ini mengandung arti bahwa Lembaga Perwakilan Rakyat masing-masing tidak menjadi lebih tinggi dari yang lain, karena telah diikat oleh konstitusi yang merupakan treaty. Siapa yang menilai adanya pelanggaran terhadap konstitusi? Di Amerika Serikat, perselisihan mengenai hal tersebut diserahkan kepada kekuasaan Mahkamah Agung, sedangkan di Swiss diserahkan kepada Lembaga Perwakilan Rakyat Federal (The Federal Assembly).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendudukan Belanda i

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H

1. Pengertian Pemerintahan Daerah Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) adalah sebagai berikut : “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD. 2 Penyelenggara Pemerintahan Daerah Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD (Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekosentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Sementara itu, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang No 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dengan demikian penyelenggara pemerintah daerah terdiri dari pemerintahan daerah dan DPRD. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengelola daerahnya sendiri dengan baik dengan penuh tanggung jawab dan jauh dari praktik-praktik korupsi. 3. Hak-hak dan Kewajiban Pemerintahan Daerah Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak daerah tersebut menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah : 1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya 2. Memilih pemimpin daerah 3. Mengelola aparatur daerah 4. Mengelola kekayan daerah 5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah 6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah 7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan 8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Disamping hak-hak tersebut di atas, daerah juga diberi beberapa kewajiban, yaitu : 1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia 2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan 7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial 9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah 10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah 11. Melestarikan lingkungan hidup 12. Mengelola administrasi kependudukan 13. Melestarikan nilai sosial budaya 14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya 15. Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan asas-asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan dilakukan secara efisien, efisien, transparan, bertanggungjawab, tertib, adil, patuh, dan taat pada peraturan perundang-undangan ( Rozali Abdullah, 2007 : 27-30). Dengan demikian pemerintah daerah harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah agar penyelenggaraan otonomi daerah dapat dilaksanakan dengan baik. 4. Urusan-urusan Pemerintahan Daerah Melalui sistem pemerintahan daerah, pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan kepadanya. Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi yang merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi : a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/ kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi : a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan dapat memenuhi semua urusan yang menjadi urusan pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten) agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Daftar Pustaka Rozali Abdullah. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta : PT Raja Grasindo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah