Langsung ke konten utama

Pemerintahan Nagari. Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, dan Undang-undang Nomor Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, yang ada selama ini seragam untuk seluruh Indonesia, sering disebut sebagai model Pemerintahan Daerah Jawa. Kemudian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ini, dicabut dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2004. Penyeragaman sistem pemerintahan desa dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, disatu sisi memang dapat memudahkan terciptanya stabilitas pemerintahan, namun disisi lain sentralisasi dan penyeragaman itu telah menghasilkan pemerintahan desa yang cendrung kurang memperhatikan kepentingan-kepentingan bersama masyarakat. Kenyataan ini telah mengakibatkan kurangnya demokrasi dan otonomi masyarakat desa dan terabaikannya potensi sosial budaya sebagai basis kehidupan bersama di desa. Sehubungan dengan itu, dalam upaya mewujudkan pemerintahan desa atau Nagari yang kuat dan sekaligus memberdayakan dan meningkatkan kemandirian masyarakat berdasarkan aspirasi yang berkembang dan kemauan dari masyarakat terutama tokoh-tokoh masyarakat menginginkan untuk kembali berpemerintahan Nagari. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari. Kemudian Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi, dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Selanjutnya, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari menyatakan: susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Nagari, dan BAMUS NAGARI diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendud...

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H...

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE)

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE)     1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.   a. Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan . Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling b...