Langsung ke konten utama

Masyarakat harus pintar memilih Calon Wakilnya di Parlemen

Pesta ajang demokrasi di Negara Republik ini, akan diadakan pada tanggal 9 April 2014, tepatnya Hari Rabu depan. Begitu banyak para Calon Legislatif yang memperjuangkan suaranya dengan berbagai upaya. Ada yang memperjuangkan dengan cara biasa-biasa saja dan ada yang memperjuangkan dengan cara luar biasa. Luar biasa karena begitu jor-joran dalam soal dana. Padahal, kalau masyarakat yang memahami apa tujuan diadakan pemilihan umum dengan cara memilih secara langsung, masyarakat akan cerdas memilih Caleg tsb.
Masa kampanye, ada juga Caleg yang menemui konsituennya dengan niat tulus dan ikhlas, tanpa sokongan dana. Akan tetapi, ada kalanya masyarakat yang terlanjur memprediksi caleg banyak uang, malahan ada oknum masyarakat  meminta uang pada caleg yang datang ke daerahnya. Sehingga, ada caleg yang jadi truma menemui masyarakat di dapilnya, dan hanya menunggu  suara dari pemilihnya, tanpa ada bagi-bagi hadiah apapun termasuk uang. Padahal Caleg yang bersikap tidak melakukan bagi-bagi hadiah apapun pada masyarakat pemilihnya, apalagi money politik, caleg yang beginilah harusnya mendapat simpati dari masyarakat.
Sekarang, dalam beberapa hari lagi, semua itu berpulang pada pribadi masing-masing, untuk memilih para wakilnya di parlemen. Kalau masyarakat pintar memilih Calon Wakilnya di Parlemen, baik itu Calon legislatif Kabupaten/ Kota, ataupun Caleg provinsi dan Caleg DPR RI, masyarakat tidak akan memilih Caleg yang menggunakan uang waktu kampanye  ( money politik). Karena Caleg ybs, akan memikirkan uangnya kembali  lagi, pada saat dia terpilih jadi Legislatif, dan duduk di parlemen, dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri.
Sehingga tidak akan ada ide dan pemikirannya untuk memajukan daerah pemilihannya apalagi negara dan bangsa ini, karena dia merasa bahwa  sudah membayar dengan dana yang mahal untuk melenggang masuk parlemen.
Pemilihan Umum yang harusnya dilaksanakan secara jujur dan adil, tidak akan dapat dilakukan, kalau masyarakat hanya berharap pada caleg yang mempunyai dana secara jor-joran, caleg yang telah berjanji, semua dapat dirubah dalam sekejab saja.
Pemilu harus dilaksanakan dengan asas langsung, umum, rahasia, jujur dan adil. Masyarakat harusnya memahami bahwa suara yang diberikan tanpa tekanan, money politik dan PHP ( Pemberi Harapan Palsu), dari caleg yang bersangkutan, karena masyarakat harus menyadari, bahwa kursi parlemen bukan untuk diperjual belikan dengan suara, yang nantinya mengakibatkan kursi parlemen dapat dijadikan ajang untuk menumbuh suburkan korupsi.
Sekarang, sudah saatnya kita memilih dengan niat tulus dan benar, untuk kemajuan bangsa dan negara ini. Sudah saatnya meninggalkan kebiasaan lama, uang bukanlah sarana untuk jual beli suara. Kecerdasan seorang Caleg akan terlihat, saat dia duduk di Perlemen, dan pada saat dia kalah dalam ajang demokrasi. Semoga.
( Padang, Medio April 2014 ).

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendud...

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H...

Pendapat Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menjadi narasumber dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

JAKARTA, HUMAS MKRI - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menjadi narasumber dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Paralegal Angkatan IX yang diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (Lembakum) Anak Negeri, pada Ahad (7/11/2021) secara daring. Dalam paparannya, Aswanto mengatakan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD 1945) ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dalam arti rechtsstaat . Namun perkembangannya, tidak hanya rechtsstaat kemudian bergeser ke rule of law. “ Antara rule of law dan rechtsstaat sama tetapi secara filosofi terdapat perbedaan-perbedaan mendasar,” ujarnya. Dikatakan Aswanto, UUD 1945 sudah menentukan Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Sebagai konsekuensi negara kesatuan yang berbentuk Republik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, maka kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Lebih Lanjut Aswanto mengatakan, Indonesi...