Langsung ke konten utama
MA Kabulkan Pemakzulan Aceng Fikri
Adanya putusan ini diharapkan kasus Aceng tidak terulang lagi di kemudian hari.


MA Kabulkan Pemakzulan Aceng Fikri
Ridwan Mansyur, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Foto: Sgp
 
Akhirnya, MA mengabulkan rekomendasi pemakzulan (pemberhentian) Bupati Garut HM Aceng Fikri yang dimohonkan DPRD Garut. Aceng dinilai melanggar sumpah jabatan sebagai kepala daerah karena melanggar etika dan peraturan perundang-undangan. Karenanya, pemakzulan Aceng dinilai sah secara hukum. 
“Mengabulkan permohonan DPRD Garut No.172/139/DPRD tertanggal 26 Desember 2012. Menyatakan Keputusan DPRD Garut No. 30 Tahun 2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Dugaan Pelanggaran Etika dan Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan Bupati Garut Aceng Fikri, berdasar hukum,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur saat dihubungi, Rabu (23/1/).
Putusan ini diambil oleh ketua majelis hakim Prof Paulus E Lotulung dengan Supandi dan Yulius selaku hakim anggota pada Selasa 22 Januari 2013.
Dalam pertimbangannya, Majelis berpendapat perkawinan termohon (Aceng), posisi Aceng dalam jabatannya sebagai bupati Garut dan pribadi tidak dapat dipisahkan (dikotomi). Sebab, perkawinan dalam jabatan itu tetap melekat dalam diri pribadi bersangkutan.  
“Perkawinan (siri, red) termohon tidak dapat dipisahkan antara posisi termohon selaku bupati Garut dan posisinya sebagai pribadi. Sebab, dalam perkawinan, jabatan itu tetap melekat pada diri pribadi yang bersangkutan,” kata Ridwan.
Karenanya, lanjut Ridwan, perilaku pejabat tetap harus dijaga agar sesuai dengan sumpah jabatan yang telah diucapkan. “Hari ini, putusan ini akan segera dikirim kepada para pihak yakni pemohon (DPRD) dan termohon (Fikri),” ujar Ridwan.
Ditegaskan Ridwan, putusan ini akan segera dikirim ke DPRD Garut untuk ditindaklanjuti oleh pejabat-pejabat politik untuk diambil langkah selanjutnya. “Setelah itu, DPRD Garut akan mengajukan pemberhentian Bupati Garut kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri,” tegas Ridwan.
Sebelumnya, MA telah menerima surat rekomendasi dari DPRD Garut terkait pemberhentian terhadap Bupati Garut Aceng Fikri pada 2 Januari 2013 dengan nomor register 01/P/KHS/2013. Rekomendasi itu diambil saat rapat paripurna DPRD Garut, akhir tahun lalu.
45 orang dari tujuh fraksi menyetujui hasil investigasi Pansus yang menyepakati untuk memberhentikan Bupati Aceng. Mereka menilai Aceng melakukan pelanggaran etika dan undang-undang (UU Perkawinan dan UU Pemda) karena menikahi gadis di bawah umur secara siri hanya dalam waktu empat hari.
Menanggapi putusan, LBH Keadilan mengapresiasi putusan MA yang menyetujui usulan pemakzulan Bupati Garut Aceng Fikri oleh DPRD Garut. “Putusan MA sudah tepat dan telah memenuhi rasa keadilan masyarakat, khususnya kaum perempuan yang geram dengan tindakan Bupati Garut Aceng Fikri,” kata Direktur Advokasi LBH Keadilan, Halimah Humayrah Tuanaya, dalam siaran persnya, Rabu (23/1).
LBH Keadilan juga mengapresiasi putusan Fany Octora yang telah berani mengungkapkan kekerasan yang dialaminya kepada publik. LBH Keadilan meminta semua pihak menghormati putusan MA tersebut. “Aceng haruslegowomenerima putusan itu sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatannya,” pintanya.
LBH Keadilan menganggap putusan MA itu akan menjadi catatan sejarah perempuan Indonesia, di mana perempuan tidak boleh diperlakukan semena-mena dan sesuka hati laki-laki.
Menurutnya, putusan MA itu akan menjadi pelajaran bagi pejabat publik lainnya untuk tidak bertindak kekerasan dan semena-mena terhadap perempuan. “Dengan putusan MA ini, mudah-mudahan di masa yang akan datang tidak akan ada Fany Octora-Fany Octora lainnya,” harap Halimah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendud...

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H...

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE)

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE)     1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.   a. Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan . Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling b...