Langsung ke konten utama

Berbagai Masukan Civitas Akademisi Memberi Inspirasi Bagi Anggota MPR

Berbagai Masukan Civitas Akademisi Memberi Inspirasi Bagi Anggota MPR Berbagai masukan yang kritis dari kalangan civitas akademika dalam acara Seminar Nasional Provinsi dengan tema "Penataan Kewenangan MPR sebagai Pelaksanaan Asas Kedaulatan Rakyat dan Paham Demokrasi Konstitusional" bertempat di Ballroom Hotel Bumi, Padang pada hari Rabu (17/6) sangat menarik untuk dicermati. Tiga orang narasumber Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta memberikan berbagai pemikirannya yaitu Nurbeti, S.H., M.H., Boy Yendra Tamin, S.H., M.H., dan Sanidjar Pebrianti R., S.H., M.H. dipandu oleh seorang moderator Dekan Fakultas Hukum Dwi Astuti Palupi, S.H., M.H.   Ketiga narasumber memaparkan makalahnya masing-masing selama 10 menit. Nurbeti dengan makalahnya yang berjudul "Konstitusionalisasi Kebijakan Ekonomi dan Lingkungan", Boy Yendra memaparkan makalahnya dengan judul "Menata Ulang Kewenangan MPR", dan Sanidjar mengusung tema "Kedudukan MPR sebagai Pelaksana Asas Kedaulatan Rakyat"  

Sanidjar sebagai pembicara pertama memberikan masukan bahwa harus ada konsekuensi hukum apabila  MPR tidak melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden serta kesetaraan hubungan tata kerja DPR dengan DPD sebagai anggota MPR.  

Sebagai pembicara kedua, Boy Yendra mengungkapkan bahwa  perlu ditambahkannya kewenangan MPR salah satunya yaitu menetapkan GBHN dengan eksistensi dan fungsi yang berbeda dengan GBHN pada masa UUD 1945 sebelum amandemen.  

Terakhir, Nurbeti menyampaikan bahwa UUD NRI Tahun 1945 mengandung gagasan kedaulatan rakyat baik di bidang politik maupun ekonomi artinya pemegang kekuasaan tertinggi di negara kita adalah rakyat, seluruh sumber daya politik dan ekonomi dikuasai oleh rakyat yang berdaulat.  

Selaku pemerhati seminar yaitu anggota MPR RI T.B. Soenmandjaja (Fraksi PKS), Ir. H. Marwan Cik Asan, M.M. (Fraksi Partai Demokrat), Dr. H. M. Ali Taher (Fraksi PAN), Okky Asokawati (Fraksi PPP), turut memberikan apresiasi atas pelaksanaan seminar yang berjalan dengan menarik. "Seminar kali ini memberikan saya inspirasi hal yang baru bagi saya", kata Ali Taher.  

Kegiatan Seminar Provinsi ini diselengarakan oleh Badan Pengkajian MPR bekerjasama dengan Universitas Bung Hatta, Padang, Sumatera Barat. Diikuti oleh sekitar 300 peserta yang terdiri dari unsur lembaga negara, pemerintah, partai politik, organisasi sosial kemasyarakatan, dan civitas akademika, serta unsur lainnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendud...

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H...

Pendapat Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menjadi narasumber dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

JAKARTA, HUMAS MKRI - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menjadi narasumber dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Paralegal Angkatan IX yang diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (Lembakum) Anak Negeri, pada Ahad (7/11/2021) secara daring. Dalam paparannya, Aswanto mengatakan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD 1945) ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dalam arti rechtsstaat . Namun perkembangannya, tidak hanya rechtsstaat kemudian bergeser ke rule of law. “ Antara rule of law dan rechtsstaat sama tetapi secara filosofi terdapat perbedaan-perbedaan mendasar,” ujarnya. Dikatakan Aswanto, UUD 1945 sudah menentukan Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Sebagai konsekuensi negara kesatuan yang berbentuk Republik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, maka kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Lebih Lanjut Aswanto mengatakan, Indonesi...