Langsung ke konten utama

KONSEP NEGARA HUKUM

Negara Hukum
Negara Hukum adalah negara yang penyelenggaraan pemerintahannya dijalankan berdasarkan dan bersaranakan hukum yang berakar dalam seperangkat titik tolak normatif, berupa asas dasar sebagai asas yang menjadi pedoman dan kriteria penilai pemerintahan dan perilaku pejabat pemerintah. Keberadaan negara hukum menurut J. Van der Hoeven memprasyaratkan:
a)      Prediktabilitas perilaku, khususnya perilaku pemerintah, yang mengimplikasikan ketertiban demi keamanan dan ketenteraman bagi setiap orang.
b)      Terpenuhinya kebutuhan materiil minimun bagi kehidupan manusia yang menjamin keberadaan manusia yang bermartabat manusiawi.
 Konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu ‘rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara Hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan ‘The Rule of Law’.
Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu :
¬         Perlindungan hak asasi manusia;
¬         Pembagian kekuasaan;
¬         Pemerintahan berdasarkan undang-undang;
¬         Peradilan tata usaha negara.
      Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘The Rule of Law’, yaitu :
¬         Supremacy of law, supremasi aturan-aturan hukum, tidak ada kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh di hukum kalau melanggar hukum;
¬         Equality before the law, kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum, dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun pejabat;
¬         Due process of law, terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang, serta keputusan-keputusan pengadilan.
 Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern.
Friedman (Sunarjati,1976: 28), bahwa kata rule of law dapat dipakai dalam arti formal (in the formal sense) dan dalam arti material (ideological sense). Dalam arti formal maka rule of law itu tidak lain artinya sebagai “organized public power” atau kekuasaan umum yang terorganisir. Dalam pengertian ini setiap organisasi hukum (termasuk organisasi yang dinamakan negara) mempunyai rule of law, sehingga kita dapat berbicara tentang rule of law dari RRC, Perancis, Jerman, Cekoslovakia, dan sebagainya. Sudah barang tentu bukan dalam arti formal ini kita pakai rule of law itu, tetapi dalam arti material. Artinya, dalam arti yang materiel inilah yang menyangkut ukuran-ukuran tentang hukum yang baik dan hukum yang buruk. Dalam arti ini, kita dapat berbicara tentang just atau unjust law.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil pemahaman bahwa konsep rule of law melahirkan konsep negara kesejahteraan (Welfare State) yang menggambarkan, bahwa hak-hak kebebasan politik, haruslah disertai dengan hak-hak kebebasan di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Ia tidak menghendaki Negara Hukum formil dan demokrasi formil, tetapi juga kesejahteraan seluruh rakyat.
Negara Hukum dalam Praktek di Indonesia
Praktek hukum di Indonesia memperlihatkan situasi yang sangat dipengaruhi oleh positivisme hukum, bahkan positivisme undang-undang (legisme). Para praktisi hukumnya dipengaruhi positivisme hukum, sehingga cenderung berpikir positivistik atau legistik dalam menjalanhan profesinya masing-masing. Dalam pandangan yang positivistik itu, maka hukum hanyalah apa yang secara eksplisit tercantum dalam aturan hukum yang sah (perundang-undangan). Akibatnya penggunaan atau perujukan pada asas hukum dalam memberikan argumentasi suatu pendapat hukum atau dalam menetapkan putusan hukum kurang mendapat perhatian. Antara lain disebabkan oleh diabaikannya perujukan pada asas hukum dalam argumentasi yuridis dalam upaya menerapkan berbagai aturan perundang-undangan yang saling berkaitan. Maka implementasi konsepsi negara hukum dalam praktek menjadi jauh dari yang diidealkan (misalnya kasus Tempo pada masa Orde Baru).
Yang terwujud dalam praktek adalah Negara Hukum formal saja, yang menjauhkan hukum dari keadilan. Memang dalam masyarakat yang sedang mengalami krisis moral yang mendasar seperti di Indonesia, maka semua nilai-nilai dan asas hukum yang sangat fundamental untuk mewujudkan keadilan justru dapat menjauhkan ‘hukum’ dari keadilan atau kebutuhan hukum riil dari masyarakat yang sesungguhnya (W. Friedmann).
Diabaikannya studi teori Argumentasi Yuridis (legal reasoning) dalam pendidikan hukum, memperkuat kecenderungan berpikir positivistik (legalistik) dalam praktek hukum. Pengertian legal reasoning digunakan dalam dua arti, yaitu dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, legal reasoning berkaitan dengan proses psikologi yang dilakukan Hakim, untuk sampai pada keputusan atas kasus yang dihadapinya. Studi legal reasoning dalam arti luas menyangkut aspek psikologi dan aspek biographi.
Legal reasoning dalam arti sempit, berkaitan dengan argu­mentasi yang melandasi satu keputusan. Studi ini menyangkut kajian logika suatu keputusan. Berkaitan dengan jenis-jenis argumentasi, hubungan antara reason (pertimbangan, alasan) dan keputusan, serta ketepatan alasan atau pertimbangan yang mendukung keputusan. (Golding, 1984: 1)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shusho Miyahira, Perwira Jepang yang Berbalik Berjuang Buat Indonesia Oleh Kurator Kata | Newsroom Blog  –  Sen, 25 Agu 2014   Ragi Carita 2 Berbagai buku bertema sejarah, biografi, maupun memoar yang terbit di Indonesia menyebut, jauh sebelum masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, sudah banyak orang Jepang di Hindia Belanda. Sebagian ternyata mata-mata Jepang yang memang merencanakan merebut Indonesia dari penguasaan Belanda. Sudah menjadi anggapan umum juga bahwa penindasan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang, meski lebih singkat dari Belanda, justru lebih berat. Ternyata salah satu mata-mata yang dikirim Jepang, Shusho Miyahira, tak setuju dengan gaya pendudukan negaranya di Indonesia. Miyahira akhirnya berbalik membela Indonesia. Kisah Miyahira ini ditulis dalam buku Ragi Carita 2 yang ditulis Th. van den End dan J. Weitjens. Berikut ini nukilan buku itu: Shusho Miyahira selama 12 tahun menetap di Surabaya sejak 1927. Di masa pendudukan Belanda i

Hak menguji perundangan-undangan

Hak Menguji Perundang-undangan HAK MENGUJI suatu peraturan perundang-undangan tentu sudah pernah terdengar di telinga  para pembaca sekalian. Apalagi dengan maraknya berbagai permasalahan hukum dewasa ini, dimana "Hak Menguji" ini digunakan para pihak yang berkepentingan dalam mengkritisi peraturan perundangan yang dinilai menyimpang. Seperti apa penyimpangan dimaksud? dan apa itu hak menguji? Secara singkat pengertian Hak Menguji adalah Hak untuk menilai apakah suatu peraturan perundangan itu telah sesuai dengan keabsahan proses pembentukannya dan sesuai dengan dasar serta tujuan pembentukannya. Dari beberapa sumber yang saya dapat, hak menguji tersebut terbagi dua, yaitu: 1. Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) Hak Menguji Secara Formil ( Formele Toetsingrecht ) adalah wewenang untuk menilai apakah suatu Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan lainnya, cara pembentukan dan cara pengundanganya sudah sebagaimana mestinya. Secara singkat H

Magang Calon Advokat

Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat Satu di antara persyaratan yang harus dilalui untuk menjadi advokat adalah mengikuti magang selama 2 (dua) tahun terus-menerus di kantor advokat. Persyaratan Kantor Advokat yang Menerima Magang Calon Advokat Kantor Advokat yang dapat menerima magang adalah Kantor Advokat yang memenuhi syarat-syarat di bawah ini: a. Didirikan oleh seorang atau lebih Advokat yang telah terdaftar dalam Buku Daftar Anggota PERADI; b. Tersedianya Advokat yang dapat menjadi Advokat pendamping (“Advokat Pendamping”) untuk para Calon Advokat yang menjalankan magang; c. Bersedia menerbitkan surat keterangan magang (“Surat Keterangan Magang” –Contoh terlampir sebagai Lampiran 1) yang isinya menjelaskan bahwa Calon Advokat telah menjalani magang di Kantor Advokat dan menerangkan jangka waktu magang Calon Advokat; d. Bersedia memberikan bukti-bukti bahwa Calon Advokat telah menjalani magang di Kantor Advokat; e. Bersedia membuat laporan berkala tentang p